Menyikapi Fenomena Kekerasan dalam Pendidikan
Menyikapi Fenomena Kekerasan dalam Pendidikan
Selasa, 20 Januari 2009 | 10:18 WIB
AKHIR-akhir ini kita
sering menyaksikan tayangan berita di televisi atau membaca dalam surat kabar,
perihal fenomena kekerasan yang terjadi di dalam dunia pendidikan, baik yang
dilakukan oleh guru terhadap siswanya maupun kekerasan yang dilakukan oleh
siswa terhadap siswa yang lain. Hal tersebut sangat memprihatinkan karena di
sekolahlah seharusnya nilai-nilai budi pekerti itu ditanamkan.
Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu
tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik
maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik semata, tetapi
justru kekerasan psikislah yang perlu diwaspadai karena akan menimbulkan efek
traumatis yang cukup lama bagi si korban. Dewasa ini, tindakan kekerasan dalam
pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying.
Pada kenyataannya, praktik bullying ini dapat dilakukan
oleh siapa saja, baik oleh teman sekelas, kakak kelas ke adik kelas, maupun
bahkan seorang guru terhadap muridnya. Terlepas dari alasan apa yang
melatarbelakangi tindakan tersebut dilakukan, tetap saja praktik bullying tidak
bisa dibenarkan, terlebih lagi apabila terjadi di lingkungan sekolah.
Tindakan kekerasan atau bullying dapat dibedakan menjadi
kekerasan fisik dan psikis. Kekerasan fisik dapat diidentifikasi berupa
tindakan pemukulan (menggunakan tangan atau alat), penamparan, dan tendangan.
Dampaknya, tindakan tersebut dapat menimbulkan bekas luka atau memar pada
tubuh, bahkan dalam kasus tertentu dapat mengakibatkan kecacatan permanen yang
harus ditanggung seumur hidup oleh si korban.
Adapun kekerasan psikis antara lain berupa tindakan
mengejek atau menghina, mengintimidasi, menunjukkan sikap atau ekspresi tidak
senang, dan tindakan atau ucapan yang melukai perasaan orang lain.
Dampak kekerasan secara psikis dapat menimbulkan
perasaan tidak nyaman, takut, tegang, bahkan dapat menimbulkan efek traumatis
yang cukup lama. Selain itu, karena tidak tampak secara fisik,
penanggulangannya menjadi cukup sulit karena biasanya si korban enggan
mengungkapkan atau menceritakannya.
Dampak lain yang timbul dari efek bullying ini adalah
menjadi pendiam atau penyendiri, minder dan canggung dalam bergaul, tidak mau
sekolah, stres atau tegang, sehingga tidak konsentrasi dalam belajar, dan dalam
beberapa kasus yang lebih parah dapat mengakibatkan bunuh diri.
Maraknya tayangan-tayangan kekerasan dalam dunia
pendidikan, khususnya yang dilakukan oleh guru terhadap siswanya ataupun oleh
siswa terhadap temannya, seharusnya mampu membuka atau menggugah hati kita
sebagai seorang pendidik, bahwa tidak tertutup kemungkinan praktik bullying
tersebut terjadi pula di lingkungan sekolah kita masing-masing.
Dan terkadang, pemberitaan yang kurang berimbang tentang
suatu tayangan kekerasan dapat mencoreng nama baik si pelaku (guru) dan
secara umum mencoreng nama baik sekolah yang bersangkutan. Tentunya peran media
sebagai jendela informasi harus menelusuri secara komprehensif kejadian
tersebut dan menyajikan berita dari segala aspek dan tidak hanya
mengeksploitasi tindakan kekerasannya saja.
Mari kita jadikan sebagai pelajaran dan kita insafi
secara bijak kepada masyarakat bahwa memang terkadang atau sesekali tindakan
kekerasan itu muncul di lingkungan sekolah. Tetapi bukan berarti hal tersebut
tidak ditindaklanjuti dan hal inilah yang sering kali luput dari pemberitaan
sehingga seolah-olah masalahnya tidak pernah tuntas.
Solusi dan Pencegahannya
Selain menjadi seorang pengajar, seorang guru juga
berperan sebagai pendidik dan motivator bagi siswa-siswinya. Sebagai seorang
pengajar, guru dituntut berkerja cerdas dan kreatif dalam mentranformasikan
ilmu atau materi kepada siswa. Dan berupaya sebaik mungkin dalam menjelaskan
suatu materi sehingga materi tersebut bisa diaplikasikan dalam keseharian siswa
itu sendiri.
Tugas sebagai pendidik adalah tugas yang sangat berat
bagi seorang guru. Guru dituntut mampu menanamkan nilai-nilai moral,
kedisiplinan, sopan santun, dan ketertiban sesuai dengan peraturan atau tata
tertib yang berlaku di sekolah masing-
masing. Dengan demikian, diharapkan siswa tumbuh menjadi peribadi yang sigap, mandiri, dan disiplin. Dan sebagai motivator, guru harus mampu menjadi pemicu semangat siswanya dalam belajar dan meraih prestasi.
masing. Dengan demikian, diharapkan siswa tumbuh menjadi peribadi yang sigap, mandiri, dan disiplin. Dan sebagai motivator, guru harus mampu menjadi pemicu semangat siswanya dalam belajar dan meraih prestasi.
Dari penjelasan di atas, yang terpenting untuk
menanggulangi munculnya praktik bullying di sekolah adalah ketegasan sekolah
dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk di
dalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri.
Diharapkan, dengan penegakan displin di semua unsur,
tidak terdengar lagi seorang guru menghukum siswanya dengan marah-marah atau
menampar. Dan diharapkan tidak ada lagi siswa yang melakukan tindakan kekerasan
terhadap temannya. Sebab, kalau terbukti melanggar, berarti siap menerima sanksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar